Jumat, 27 Juli 2012

Tata Gerak Tubuh dalam Liturgi

Tata gerak tubuh dalam Liturgi menjadi simbol liturgis yang penting. Dalam hal ini ada aneka macam tata gerak tubuh: berkumpul, berjalan, berarakan, berdiri, duduk, bersila, berlutut dan membungkuk, menunduk, menengadah, tangan terkatup, tangan terangkat dan tangan terentang, penumpangan tangan, pembasuhan tangan, jabatan tangan, mencium atau mengecup, tanda salib dan berkat, menebah dada, memerciki, mendupai, meniarap.
Semua tindakan ini memiliki makna liturgis dan melambangkan sesuatu dalam rangka pengungkapan peristiwa perjumpaan Allah dan manusia dalam liturgi.

1.    Berkumpul
Berkat pembaptisan kita dijadikan satu keluarga dalam Gereja yang kudus. Orang Kristiani adalah pribadi yang komuniter, selalu terpaut dalam kebersamaan. Kita tidak sendirian. Dalam nama Bapa dan Putera, kita juga dipersatukan oleh Roh Kudus. Itu tampak ketika kita berkumpul, khususnya dalam “tempat kudus.” Kita berkumpul sebagai orang-orang pilihan, yang terpanggil, yang dicintai Allah.
Liturgi mengundang kita untuk menemukan kembali panggilan kita, yakni tumbuh dalam kesatuan, menjadi umat Allah, berkarya dengan dan bagi saudara-saudari dalam perayaan yang dinamis. Maka, berkumpul adalah bagian dari tata gerak kolektif. Agar pertemuan itu tidak kacau, tidak anarkis, tetap utuh, maka diperlukanlah keyakinan dan sikap yang sama. Di sinilah letak pentingnya suatu pedoman atau aturan bersama. Kita berkumpul untuk merayakan Ekaristi, suatu perayaan bersama yang bukan tanpa aturan.
Selain itu, berkumpul juga menjadi tanda kehadiran Kristus sendiri, “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:20).

2.    Berdiri
Berdiri merupakan simbol gerakan tubuh yang penting dalam liturgi. Berdiri merupakan tindakan liturgis yang mengungkapkan perhatian, kepedulian, penghormatan, dan kesiapsediaan terhadap kehadiran Tuhan, baik melalui diri pemimpin ibadat maupun dalam Sabda dan Doa.
Misalnya, umat berdiri ketika imam dan para pelayannya masuk ke tempat ibadah; kita berdiri pada saat mendengarkan Injil dan mendoakan syahadat iman maupun Bapa Kami.
Berdiri juga merupakan sikap dasar liturgis yang sejak kuno melambangkan situasi dan keberadaan orang-orang Kristiani sebagai orang-orang yang sudah diselamatkan oleh Kristus.

3.    Berjalan
Kita tahu, bahwa berjalan merupakan bentuk gerakan manusia yang amat elementer. Demikian pula dalam liturgi, berjalan juga menjadi simbol liturgis yang elementer. Namun, berjalan yang dipakai dalam liturgi bukanlah berjalan asal-asalan (misalnya: seperti orang mabuk atau jalan cepat), melainkan berjalan dalam arti ritmis/teratur, dengan badan dan kepala tegak, tenang dan agung simbolis. Berjalan dengan tubuh dan kepala tegak memang pada umumnya merupakan ungkapan simbolis dari manusia yang bermartabat dan berwibawa.
Secara liturgis berjalan sebenarnya mau mengungkapkan hakikat umat Allah yang sedang berziarah dan bergerak menuju tanah surgawi, tanah air sejati. Apabila dalam perayaan liturgi, tindakan berjalan  ini biasa dilakukan bersama-sama dalam suatu prosesi, entah prosesi atau perarakan masuk, perarakan persembahan ataupun perarakan penutup dalam liturgi Ekaristi, ataupun dalam prosesi liturgi lain. Dengan prosesi itu, semakin tampaklah dimensi kebersamaan umat Allah yang sedang berziarah itu.
Berjalan juga bisa dipahami sebagai ungkapan kesiapsediaan kita untuk secara aktif menyambut dan menanggapi tawaran kasih karunia Allah yang selalu ada di depan kita.

4.    Perarakan
Perarakan imam, asisten imam, misdinar pada hari-hari biasa bergerak dari sakristi langsung menuju altar. Setelah selesai perayaan Ekaristi keluar melalui jalan yang sama. Pada hari Raya, perarakan dari sakristi melewati lorong tengah umat menuju altar.
Urutan perarakan, misdinar paling depan, disusul oleh asisten imam dan imam (terakhir). Perarakan masuk biasanya diiringi lagu pembuka, dimana umat menyambut dengan berdiri.
Maksud dari lagu pembukaan adalah untuk mengarahkan perhatian umat kepada perayaan yang mulai berlangsung, memeriahkan upacara suci, menciptakan kebersamaan.
Perarakan biasanya juga dilakukan oleh beberapa wakil umat untuk mengantarkan persembahan berupa: roti, anggur, lilin, bunga dan kolekte ke altar. Segala hasil karya umat hendak disatukan dengan kurban Krsitus dalam Ekaristi. Inilah bukti keterlibatan aktif umat dalam merayakan Ekaristi.

5.    Membungkuk
Membungkuk melambangkan sikap merendahkan diri dan menyadari kekecilan dan kekerdilan di hadapan Yang Lebih Besar, yakni Tuhan, tanda penghormatan (kepada Allah, altar dan tabernakel), rasa widi asih dan kerendahan hati.  
Imam dan para petugas melakukan penghormatan dengan membungkuk terhadap altar Tuhan.

6.    Mengecup
Mengecup dilakukan oleh imam sebelum memakai pakaian liturgi, misalnya alba, amik, stola, kasula dll, maknanya adalah ungkapan rasa hormat terhadap “barang-barang suci”.
Mengecup juga dilakukan oleh imam pada meja altar, sebelum dan sesudah perayaan Ekaristi, maksudnya memberi penghormatan terhadap meja altar sebagai meja perjamuan Tuhan dan untuk menghormati Allah ditengah-tengah umat-Nya.
Mengecup juga dilakukan oleh umat, pada peringatan Jumat Agung, dimana semua umat yang ikut didalam ibadat tersebut mendapat kesempatan mengecup salib, tepatnya mengecup luka pada kaki Yesus. Dimana kita diajak untuk melakukan penghormatan bagi Yesus Kristus yang wafat disalib.

7.    Mendupai
Maksud dari pendupaan ini adalah untuk menciptakan suasana doa dan kurban bagi Allah.  Pendupaan altar bergerak dari bagian kiri ke kanan mengelilingi altar. Asap putih yang mengepul keatas sekan melambangkan persembahan kita diterima oleh Allah.

8.    Membuat ‘Tanda Salib’
Tanda salib dibuat ketika : 
· Memasuki gereja sambil menandai diri dengan air suci yang ada di samping pintu masuk gereja sebagai tanda peringatan pembaptisan yang telah kita terima.
  ·  Mengawali dan mengakhiri Perayaan Ekaristi
 · Menerima percikan air suci kalau dibuat sebagai Tanda Pernyataan Tobat. Tanda tersebut mengungkapkan kesadaran kita sebagai anak-anak Allah dan kesetiaan pada janji Baptis.
  ·  Memulai bacaan injil dengan membuat tanda salib pada dahi, mulut dan dada untuk mengungkapkan hasrat agar budi diterangi, mulut disanggupkan untuk mewartakan, dan hati diresapi oleh sabda Tuhan.
·   Menerima berkat perutusan pada bagian Ritus Penutup

9.    Memerciki
·   Sebagai tanda penyucian dan peringatan akan pembaptisan kita.
·   Memerciki dilakukan pada permulaan Ekaristi (kadang-kadang masih ada imam yang melakukannya).
·   Dan juga dilakukan setelah pembaharuan janji baptis pada Malam Paskah, saat menerima daun Palma pada perarakan Minggu Palma.
·   Memerciki juga dilakukan untuk kepentingan pernikahan, pemakaman, pemberkatan tempat/gedung, pemberkatan benda-benda devosi lainnya.

10. Menundukkan Kepala
Sikap hormat ini sebagai tanda penghormatan. Menundukan kepala dilakukan oleh: Imam ketika mengucapkan kata Yesus, Santa Perawan Maria dan santo santa yang diperingati pada hari itu. Menundukan kepala dilakukan:
·   Oleh Imam sebelum dan sesudah mendupai salib, altar dan bahan persembahan.
·   Oleh misdinar sebelum dan sesudah mendupai imam dan umat.
·   Oleh lektor atau petugas lainnya yang akan menuju altar untuk menghormati altar Tuhan dan Imam.

11. Menegadahkan Kepala
Sebagai sikap doa yang mengungkapkan permohonan dengan kebulatan hati.
Menegadahkan kepala dilakukan oleh imam ketika mempersembahkan roti dan anggur serta dilakukan oleh umat ketika berdoa pribadi di hadapan Yesus atau Bunda Maria dengan kebulatan hati untuk memohon.

12. Berlutut
Berlutut merupakan sikap doa yang mengungkapkan kerendahan hati seseorang yang ingin memohon kepada Tuhan atau bersembah sujud kepada-Nya. Berlutut dilakukan:
·   Oleh Umat ketika berdoa pribadi pada saat mengawali dan mengakhiri Ekaristi, saat konsekrasi, serta sebelum dan sesudah komuni sebagai sikap sembah sujud untuk hormat kepada Allah.
·   Oleh Umat ketika mengucapkan Doa Tobat untuk menunjukan sikap kerendahan hati dan permohonan ampun.
·   Oleh Imam ketika mendoakan kisah Institusi (Kisah Perjamuan Tuhan) dalam Doa Syukur Agung, termasuk didalamnya kata-kata konsekrasi, sebagai tanda hormat dan pujian oleh umat di hadapan Sakramen Mahakudus atau Tarbernakel
·   Oleh Imam dan Umat untuk merenungkan wafat Tuhan Yesus pada saat pembacaan Kisah Sengsara pada hari raya Jumat Agung.

MAKNA TATA GERAK LITURGIS DALAM PERAYAAN EKARISTI


Tata gerak seluruh umat dan para pelayannya menjadi bagian terpenting dalam simbolisasi kebersamaan dan kesatuan Gereja yang sedang berdoa. Tata gerak imam, diakon, para petugas liturgi, dan umat saat mengikuti misa tentu punya maksud.
Tata gerak yang seragam menandakan kesatuan seluruh umat yang berhimpun untuk merayakan Liturgi Suci. Sebab sikap tubuh yang sama mencerminkan dan membangun sikap batin yang sama pula. Jika dilakukan dengan baik maka seluruh perayaan memancarkan keindahan dan sekaligus kesederhanaan yang anggun, makna aneka bagian perayaan dipahami secara tepat dan penuh, partisipasi seluruh umat ditingkatkan.
Tata gerak liturgi dibagi menjadi dua yakni tata gerak inderawi dalam liturgi dan tata gerak tubuh dalam liturgi. Tata gerak inderawi dalam liturgi yang dibahas dalam Suara Paroki minggu ini adalah :

1.   Mendengarkan
Mendengarkan bukanlah sekedar tindakan reseptif, yang hanya menerima saja, melainkan juga tindakan aktif. Apabila kita mendengarkan, kita sebenarnya sedang membuka diri untuk menerima dengan sadar sapaan, suara atau kata-kata dari luar diri kita, untuk memberi perhatian dan mau masuk ke dalam diri pribadi si pembicara serta dengan sadar mau mengambil bagian dalam peristiwa yang didengarkan itu. Dalam liturgi, tindakan mendengarkan ini begitu dominan. Kita mendengarkan Sabda Tuhan, homili, doa, nyanyian, musik, bel, dan masih banyak yang lain. Secara khusus dengan mendengarkan Sabda Tuhan kita membuka diri terhadap sapaan dan daya kuasa Allah yang hadir melalui Sabda itu dan dengan demikian kita mengambil bagian di dalam karya keselamatan Allah yang dihadirkan dalam Sabda itu. Maka mendengarkan merupakan bentuk ungkapan liturgi yang menyatakan kesiapsediaan iman dan ketaatan.

2.   Melihat
Melihat merupakan bentuk ungkapan liturgi untuk melihat kemuliaan Allah. Sebab dalam wajah Kristus kita dapat melihat wajah Allah (2Kor 4:6). Melalui penglihatan mata, kita menyadari dunia dan isinya dan kitapun menjalin relasi dengan sesama manusia dan dunia. Demikian pula dengan penglihatan mata dalam liturgi, kita menyadari komunikasi Allah yang terpantul melalui berbagai simbol liturgi dan dengan demikian menjalin relasi kita dengan Allah dan sesama umat.

3.   Menyentuh
Liturgi juga menggunakan indra sentuhan sebagai simbol liturgi yang mengungkapkan persekutuan kita dengan Allah dan dengan sesama umat beriman di dalam ikatan Roh Kudus. Demikian misalnya, doa-doa Mazmur banyak menyebut aspek sentuhan ini untuk mengungkapkan iman akan kebersamaan umat dengan Allah (mis. Mzm 139:10).
Dalam Perjanjian Baru, Yesus berkali-kali menunjukkan kasihNya dengan memeluk anak-anak, membasuh kaki para murid, menyembuhkan orang-orang sakit dengan sentuhan tanganNya. Dalam liturgi, hal ini terlihat misalnya pada saat penerimaan komuni, salam damai entah berciuman ataupun berjabat tangan.
Sentuhan juga melambangkan penganugerahan Roh Kudus kepada umat beriman. Dalam liturgi simbol sentuhan tampak misalnya pada saat penumpangan tangan (tahbisan), pengurapan dengan minyak (krisma, orang sakit). 

4.    Merasakan
Indra merasakan juga dipakai dalam liturgi secara menonjol. Perayaan Ekaristi misalnya merupakan perayaan persekutuan kita dengan Tuhan yang tidak hanya terjadi secara rohani belaka melainkan juga menggunakan aspek “fisik” yaitu : bahwa kita menyantap, mencecap, dan merasakan dengan lidah : Tubuh dan Darah Kristus.
Dalam Kitab Suci pengalam akan Allah sering digambarkan dengan ide pencecapan dan rasa ini : “kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan itu” (Mzm 34:9, 1Ptr 2:2-3, Ibr 6:4-5).  Demikian pula keselamatan eskatologis dilukiskan sebagai suatu perjamuan meriah dengan makanan dan minuman yang lezat dan sangat enak (bdk. Yes 25:6-7; Luk 14:15-24)

5.    Membau
Indera penciuman atau membau juga digunakan dalam liturgi. Penggunaan dupa dan ratus yang wangi, bau minya wangi dalam liturgi inisiasi dah tahbisan merupakan contoh-contohnya. Wangi-wangian dan keharuman yang bisa dibau itu memang sudah merupakan simbol religius yang umum. Dalam agama lain, kita mengenal hio dan menyan dengan baunya yang khas.
Keharuman ini dalam liturgi Kristiani merupakan ungkapan pewahyuan Allah dan kehadiran keselamatan kita sendiri: “Dengan perantaraan kami, Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana” (2Kor 2:14). Keharuman juga adalah ungkapan pujian hormat dan korban (Mzm 141:2), sebab persembahan korban Kristus merupakan “korban yang harum bagi Allah” (Ef 5:2)

(Sumber : Makalah Misdinar Kongres Ekaristi Keuskupan Surabaya 2012)

Kongres Ekaristi Keuskupan Surabaya Di Poh Sarang Kediri

Pada bulan Juni 2012, Keuskupan Surabaya mempunyai satu peristiwa bersejarah yang berkaitan dengan penghayatan hidup beriman Katolik yaitu Kongres Ekaristi Keuskupan Surabaya yang berlangsung pada tanggal 22-24 Juni 2012. Kongres Ekaristi Keuskupan surabaya yang dilaksanakan pada tanggal 22-24 Juni 2012 yang diadakan di Poh Sarang Kediri. Ini merupakan yang pertama kali di Surabaya . Kongres Ekaristi ini bertemakan: “"Ekaristi: Persatuan dengan Kristus dalam Perutusan Gereja". Kongres Ekaristi sendiri adalah salah satu wujud devosi terhadap Ekaristi, yang adalah puncak dan sumber hidup umat beriman Katolik. Kongres Ekaristi diawali pada tahun 1881 di Perancis yang kemudian berkembang ke seluruh Eropa dan seluruh dunia. Tahun 2012 ini merupakan pelaksanaan Kongres Ekaristi Internasional yang ke 50 (rata-rata 4 tahun sekali),yang dilaksanakan di Dublin ,Irlandia tanggal 10-17 juni 2012.Ada tiga tujuan yang ditegaskan dalam Kongres Ekaristi Internasional kali ini yaitu pertama memajukan kesadaran akan posisi sentral ekaristi dalam hidup dan misi Gereja , kedua meningkatkan pemahaman akan liturgi dan penghayatan liturgy , ketiga mendorong perhatian pada demensi sosial Ekaristi. Dengan mencapai tujuan yang sama maka tahun ini Keuskupan Surabaya melaksanakan Kongres Ekaristi yang pertama kali dilaksanakan di Poh Sarang Kediri. Dapat kita bayangkan untuk sampai di Keuskupan Surabaya membutuhkan waktu 131 Tahun.
Pada sesi Romo Dr.Boli Ujan SVD ini kita aakn menyegarkan,memperluas dan memperdalam pengetahuan iman kita akan Ekaristi.Pada akhir setiap perayaan Ekaristi kita memperoleh berkat Allah melalui imam,atas nama Allah memberikan berkat ,kemudian menyatakan : “Saudara sekalian perayaan ekaristi sudah selesai ,maka umat menjawab syukur kepada Allah .Selanjutnya ,atas nama Allah ,imam menyampaikan perutusan marilah pergi !kita diutus, umat menjawab Amin. Dengan diutus itu menjadi Ekaristi : mewujudkan hidup yang ekaristik;menjadi roti yang dipecah dan dibagikan kepada banyak orang.Dengan demikian Ekaristi harus di teruskan dalam kehidupan sehsri-hari,apa yang terjadi di altarGereja diteruskan dalam altar kehidupan setiap hari;seluruh umat telah menerima berkat kasih Allah yang menyelamatkan dan sekarang diutus untuk menjadi berkat bagi banyak orang. Oleh karena itu Ekaristi adalah sumber dan puncak bukan hanya kehidupan Gereja tetapi juga perutusannya,Gereja yang sungguh ekaristis adalah Gerja yang missioner .Kita juga tidak dapat menghampiri meja Ekaristi tanpa ditarik kedalam perutusan yang bermula dalam hati Allah sendiri,dimaksudkan untuk mencapai semua orang.
Sebelum kita menerima perutusan dalam Ekaristi kita telah menerima komuni Yesus yang tinggal dan menyatu dalam diri kita. Dalam arti yang tertentu sebenarnyakita ini adalah tabernakel yang hidup,oleh karena itu setelah Ekaristi kitas hendaknya memelihara dan mengembangkan kekudusan hidup terus menerus . Adapun yang dimaksud hidup yang kudus adalah selalu ada dalam hubungan tak terpisahkan dengan Yesus ,sumber kekudusan .Dalam hidup kita sehari-ahri dapat kita bedakan menjadi tiga bentuk hubungan yaitu yang pertama kontak kita dapat basa-basi sebentar ,setelah itu hilang ,misalkan kita berjumpa orang di sebuah perjalanan di bus atau di kerta api pasti kita Tanya nama ,asal ,darimana , cerita sana –sini lalu selesai. Yang kedua relasi hubungan yang tertuju pada pemenuhan kebutuhan ,misalkan selam apembeli barang yang kita inginkan dia akan berhubungan dengan penjual atau sebaliknya atau seorang yang sakit membutuhkan kesembuhan maka ia akan berhubungan dengan dokter ,ketiga Interaksi hubungan hubungan yang berpengaruh terus menerus sepanjang hidupnya misalkan orang tua dengan anaknya yang orang tuanya sudah meninggal namun tetap berpengaruh pada anaknya.
Pengudusan dalam diri Yesus masuk dalam nomer 3 sehingga Yesus sungguh berpengaruh dalam setiap langkah kehidupan orang beriman. Pengaruh yesus terus menerus hidup dalam diri kita maka selalu memohon rahmat kekudusan dari tuhan Yesus dalam kesetiaan doa pribadi,selalu bertekun mendengarkan sabda Allah baik dalam Alkitab maupun yang kita dengar melalui peristiwa hidup sehari-hari ,belajar terus menerus menyukuri hidup,dan peka maupun waspada terhadap kekuatan yang merusak hubungan dengan Yesus; seperti berbuat dosa .maka Sakramen pengakuan dosa menjadi sangat penting bagi hidup orang beriman .
Menurut salah satu peserta kongres ekaristi dari misdinar yang namanya Parulian simanjuntak dari Paroki Magetan berkata kalau bisa setiap kevikepan ada harus ada salah satu team buat misdinar khususnya di luar kota.
Pada keesok harinya acara Kongres ekaristi di tutup dengan misa bersama yang di pimpin oleh Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono dan pada kesempatan itu pula juga ada perayaan komuni pertama Paroki Blitar dan Kediri yang diikuti oleh 400 anak peserta komuni pertama. (jff)

Pelatihan Dirigen Tingkat Dasar Kevikepan Surabaya Utara


Pada hari Minggu, 01 Juli 2012 Kevikepan Utara Surabaya mengadakan pelatihan dirigen yang ada disetiap Paroki yang ada seperti Paroki Santo Mikael Perak, Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria Surabaya, Paroki Santo Vincentius A Paulo Surabaya, Paroki Kristus Raja, Paroki Marinus Yohanes, Paroki Ratu Pecinta Damai, dan Paroki Santa Maria Tak Bercela. Acara diadakan di Gereja Kristus Raja Surabaya dihadiri oleh 40 orang peserta dari masing-masing Paroki. Pelatihan dirigen ini dipimpin oleh Antonius Teguh Wijayanto,acara ini di bagi menjadi dua kelompok yang pertama dari tanggal 01-29 Juli 2012, dan kelompok kedua dimulai pada bulan Agustus 2012.
Jika seorang yang mau menjadi seorang dirigen harus memiliki bakat dan keahlian,maka kita perlu mempelajari itu semua. Bakat seorang dirigen harus memiliki pendengaran yang baik.Tidak perlu pendengaran yang absolute atau bakat untuk menentukan nada dari awal suatu bunyi tanpa memeriksanya dengan instrument atau garpu tala. Yang penting adalah pendengaran yang relative yaitu bakat untuk mendengar selisih antara dua nada. Bakat ini dapat dilatih sehingga dapat dirasa perbedaan antara bunyi dua senar yang nadanya sama tapi tidak selaras ( fals ). Kedua Seorang dirigen juga harus berwibawa yaitu dirigen harus mampu untuk mempengaruhi orang lain ( sugesti ); ia harus mampu berbicara dengan luwes dimuka sekelompok orang. Tentu saja seorang dirigen harus memiliki perasaan yang peka dalam pergaulan.Ketiga seorang dirigen harus dapat mengurus suatu organisasi yaitu pada umumnya nilai dari bakat yang terakhir ini dalam praktek kurang mendapat perhatian. Padahal 90% tugas dari dirigen terdiri dari urusan organisasi. Semakin baik persiapan teknis semakin besar kans berhasilnya musik yang akan dimainkan.
Maka yang paling penting bagi seorang dirigen adalah “kesabaran dan sikap tenang”, seorang dirigen tidak boleh menjadi gelisah,karena setiap sikap yang kurang tenang atau kurang konsantrasi akan segera dirasakan olah para penyanyi. Seorang dirigen juga harus dapat menciptakan suasana senang dan gembira. Penyanyi tidak akan bisa bernyanyi dengan baik kalau rasa senang dan gembira dirampas dari hatinya. Adapun pengertian dan kealihan seorang dirigen itu sangat penting yang dapat dan harus dipelajari dengan insentip oleh seorang dirigen ialah bagai mana membentuk suara. Meskipun keindahan suara seorang dirigen tidak bisa ditintut,namun ia sendiri harus menguasai teknik bernyanyi dengan bermacam-macam ekspresi agar ia bisa memberikan contoh yang baik. Setiap paduan suara benyanyi dan berbicara sebagaimana dirigennya. Penting juga bagi seorang dirigen bahwa ia sendiri telah lama ikut bernyanyi dalam paduan suara yang terpimpin dengan baik. Disini ia dapat mempelajari “kehidupan” paduan suara dari dalam.
  Antonius Teguh Wijayanto juga menjelaskan bahwa syarat-syarat menjadi dirigen itu harus pendengaran yang baik,kepribadian yang baik (wibawa,kemampuan mensugesti,kemampuan organisasi,sabar) ,pengalaman menjadi anggota kor,kemauan untuk belajar teknik vokal,teori musik ,ilmu harmoni,ilmu bentuk musik , sejarah musik ,teknik aba-aba.
Adapun materi yang diberikan yaitu materi pelatihan sikap siap,aba-aba satu,dua,empat,enam dan tiga pukulan per birama,mengakhiri nyanyi,mengganti tempo,fermata,aba-aba tegas dan lunak,aba-aba corong,membagi pukulan ,memberi aksen,mengganti irama,irama bebas atau resitatif,kanonatau polifon.
Maka tujuan memberikan aba-aba itu memperlihatkan irama(time beating),mengingatkan kembali hal-hal yang telah diterangkan (ekspresi,intonasi). Aba-aba yang baik jelas dan sederhana dan setiap gerakan dirigen harus mengabdi kepada musik.Tujuan sikap siap agar tercapai konsentrasi.Sikap siap yang baik pada seorang dirigen adalah kedua tangan didepan dada,garis perpanjangan kedua lengan bertemu,prinsip tali kekang,dan berdiri kokoh bertumpu pada kedua kaki.Gerakan pendahuluan mempunyai tujuan memberik tanda mulai satu pukulan (penuh)sebelum insetting,jangan terlalu besar disertai tarikan nafas(jff).

Seminar Pertumbuhan PDKK St Theresia Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria Surabaya

Persekutuan Doa Katolik Karismatik (PDDK) Santa Theresia mengadakan seminar dilaksanakan selama empat yang dibawakan dengan sangat ringan dan bermakna. Ya itulah seminar pertumbuhan yang dilaksanakan pada hari senin-kamis mulai tanggal 2-5 juli 2012 di SMAK Frateran yang berlangsung pada pukul 18.00-21.00 WIB. Seminar Pertumbuhan ini merupakan kelanjutan dari Seminar Hidup Baru yang sudah dilaksanakan di Gereja kristus Raja pada bulan januari 2012. Kita mencoba flashback kembali apa yang sudah diberikan pada Seminar Hidup Baru,seminar ini memiliki dampak yang cukup baik ,umat yang awam atau tidak mengerti tentang PDDK mulai ikut bergabung dengan PDKK dan bertumbuh dalam Kristus bersama-sama.
 
Peserta yang hadir dalam Seminar Pertumbuhan sangat berantusias sekali ini dapat dilihat dari jumlah peserta yang hampir sama dengan peserta Seminar Hidup Baru. Seminar ini diikutu oleh PDKK St Theresia Kelsapa,PDKK Marinus Yohanes,PDKK Pencinta Damai, PDKK Kristus Raja, dan PDKK Domus Gloria. Seminar ini sangat luar biasa memiliki susunan panitia yang berasal dari berbagai macam PDKK (Persekutuan Doa Katolik Karismatik) yang ada disurabaya di bawah BPK Surabaya korwil 5 korbit 3. Ternyata panitia juga sudah merupakan satu kesatuan sejak di Seminar Hidup Baru,sehingga persiapan kegiatan ini (sejak Mei minggu ke-4) tidak menemukan masalah yang berarti.

Jika kita berbicara tentang seminar tentu saja kita tidak akan ketinggalan dengan yang namanya seorang pembicara.Semua pembicara yang hadir dalam Seminar ini merupakan dari BPK Surabaya dan yang sudah expert di bidang public speaking. Ini terbukti dalam setiap sesi yang diberikan ,seminar yang dibawa dengan santai sangat mengesankan menggunakan banyak sekali perumpamaan yang dekat dengan umat.

Hari yang pertama setiap peserta yang hadir diberikan penjelasan tentang doa ,maka perlu kita ketahui doa itu sebenarnya adalah nafas kehidupan rohani,agar hidup rohani kita tidak mati maka kita perlu setiap hari berdoa.Doa itu sendiri merupakan dialog antara dua orang yang bercakap-cakap,tetapi dao kita sering satu arah saja yaitu hanya meminta saja dan kita harus juga mendengarkan suara Allah. Doa tersebut memilki dua relasi arah dengan Allah yang disediakan bagi kita anak-anak Allahs semua itu butuh proses .Adapun syarat utama dari doa kita adalah percayakarena jikalau tidak akan sulit mendapatkan perjumpaan dengan Tuhan .Ketika kita lebih menggunakan logika maka kita akan sulit mengalami Tuhan karena apa yang kita lihat sudah menjadi apa yang menurut pandangan kita sendiri.

Pada saat kita berdoa hal –hal yang mendukung kelancaran doa kita sikap hati yang jujur dan terbuka tentu pada saat itu kita bercakp-cakap dengan Allah tidak perlu terlalu formal,mohon bimbingan roh Kudus,waktu yang tetap,tempat yang tetap,lakukan setiap hari,dan fisik yang dipersiapankan dengan baik.

Seminar yang sudah berakhir pada hari kamis itu semua panitia menampilkan yel-yel dan mempromosikan PDKKnya masing.PDKK ini memiliki banyak kerinduan akan umat yang mau terlibat dan anak muda yang ikut bergabung dalam PDKK. PDKK St Theresia yang ada di Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria Surabaya megajak para orang muda untuk bersama-sama ikut PDKK yang diadakan rutin pada hari rabu minggu pertama dan minggu ke tiga dib alai Paroki lantai 2. Maka mari kita berkomunitas untuk menumbuh kembangkan iman kita kepada Yesus .(jff/ste)

Kamis, 26 Juli 2012

Asuransi Terbaikku


Di jaman ini asuransi menjadi begitu penting untuk memastikan bahwa hidup manusia terjamin di hari depan. Bahkan, asuransi jiwa disiapkan untuk memastikan  bahwa akan ada jaminan bagi anak cucu atau ahli waris yang masih hidup. Perusahaan asuransi akan menaksir harga manusia berdasarkan usia dan kesehatannya, untuk memperkirakan keuntungan atau kerugian perusahaan asuransi. Semakin muda dan sehat orang akan dihargai tinggi, sebaliknya tua dan sakit-sakitan orang akan dihargai rendah.

Apakah anda gelisah dengan nilai asuransi anda? Saya tahu ada pimpinan perusahaan asuransi yang bisa memberi harga tinggi terhadap orang yang sudah memiliki banyak kelemahan. Dia adalah Tuhan. Tuhan tak peduli pada kelemahan kita, kita tetap di hargai, asal kita tetap berpaut padanya, setia dalam pertobatan. Seperti apapun wujud fisik kita, seperti apapun penyakit yang pernah kita tanggung, seperti apapun dosa yang pernah kita buat, Tuhan tetap tak mengubah aturan main. Ia menghargai manusia dengan harga Tinggi. Tetap berpeganglah pada Dia yang memberikan kehidupan kekal dan menghargai kita tanpa batas. (Ignatius Suparno CM)