Jumat, 27 Juli 2012

Tata Gerak Tubuh dalam Liturgi

Tata gerak tubuh dalam Liturgi menjadi simbol liturgis yang penting. Dalam hal ini ada aneka macam tata gerak tubuh: berkumpul, berjalan, berarakan, berdiri, duduk, bersila, berlutut dan membungkuk, menunduk, menengadah, tangan terkatup, tangan terangkat dan tangan terentang, penumpangan tangan, pembasuhan tangan, jabatan tangan, mencium atau mengecup, tanda salib dan berkat, menebah dada, memerciki, mendupai, meniarap.
Semua tindakan ini memiliki makna liturgis dan melambangkan sesuatu dalam rangka pengungkapan peristiwa perjumpaan Allah dan manusia dalam liturgi.

1.    Berkumpul
Berkat pembaptisan kita dijadikan satu keluarga dalam Gereja yang kudus. Orang Kristiani adalah pribadi yang komuniter, selalu terpaut dalam kebersamaan. Kita tidak sendirian. Dalam nama Bapa dan Putera, kita juga dipersatukan oleh Roh Kudus. Itu tampak ketika kita berkumpul, khususnya dalam “tempat kudus.” Kita berkumpul sebagai orang-orang pilihan, yang terpanggil, yang dicintai Allah.
Liturgi mengundang kita untuk menemukan kembali panggilan kita, yakni tumbuh dalam kesatuan, menjadi umat Allah, berkarya dengan dan bagi saudara-saudari dalam perayaan yang dinamis. Maka, berkumpul adalah bagian dari tata gerak kolektif. Agar pertemuan itu tidak kacau, tidak anarkis, tetap utuh, maka diperlukanlah keyakinan dan sikap yang sama. Di sinilah letak pentingnya suatu pedoman atau aturan bersama. Kita berkumpul untuk merayakan Ekaristi, suatu perayaan bersama yang bukan tanpa aturan.
Selain itu, berkumpul juga menjadi tanda kehadiran Kristus sendiri, “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:20).

2.    Berdiri
Berdiri merupakan simbol gerakan tubuh yang penting dalam liturgi. Berdiri merupakan tindakan liturgis yang mengungkapkan perhatian, kepedulian, penghormatan, dan kesiapsediaan terhadap kehadiran Tuhan, baik melalui diri pemimpin ibadat maupun dalam Sabda dan Doa.
Misalnya, umat berdiri ketika imam dan para pelayannya masuk ke tempat ibadah; kita berdiri pada saat mendengarkan Injil dan mendoakan syahadat iman maupun Bapa Kami.
Berdiri juga merupakan sikap dasar liturgis yang sejak kuno melambangkan situasi dan keberadaan orang-orang Kristiani sebagai orang-orang yang sudah diselamatkan oleh Kristus.

3.    Berjalan
Kita tahu, bahwa berjalan merupakan bentuk gerakan manusia yang amat elementer. Demikian pula dalam liturgi, berjalan juga menjadi simbol liturgis yang elementer. Namun, berjalan yang dipakai dalam liturgi bukanlah berjalan asal-asalan (misalnya: seperti orang mabuk atau jalan cepat), melainkan berjalan dalam arti ritmis/teratur, dengan badan dan kepala tegak, tenang dan agung simbolis. Berjalan dengan tubuh dan kepala tegak memang pada umumnya merupakan ungkapan simbolis dari manusia yang bermartabat dan berwibawa.
Secara liturgis berjalan sebenarnya mau mengungkapkan hakikat umat Allah yang sedang berziarah dan bergerak menuju tanah surgawi, tanah air sejati. Apabila dalam perayaan liturgi, tindakan berjalan  ini biasa dilakukan bersama-sama dalam suatu prosesi, entah prosesi atau perarakan masuk, perarakan persembahan ataupun perarakan penutup dalam liturgi Ekaristi, ataupun dalam prosesi liturgi lain. Dengan prosesi itu, semakin tampaklah dimensi kebersamaan umat Allah yang sedang berziarah itu.
Berjalan juga bisa dipahami sebagai ungkapan kesiapsediaan kita untuk secara aktif menyambut dan menanggapi tawaran kasih karunia Allah yang selalu ada di depan kita.

4.    Perarakan
Perarakan imam, asisten imam, misdinar pada hari-hari biasa bergerak dari sakristi langsung menuju altar. Setelah selesai perayaan Ekaristi keluar melalui jalan yang sama. Pada hari Raya, perarakan dari sakristi melewati lorong tengah umat menuju altar.
Urutan perarakan, misdinar paling depan, disusul oleh asisten imam dan imam (terakhir). Perarakan masuk biasanya diiringi lagu pembuka, dimana umat menyambut dengan berdiri.
Maksud dari lagu pembukaan adalah untuk mengarahkan perhatian umat kepada perayaan yang mulai berlangsung, memeriahkan upacara suci, menciptakan kebersamaan.
Perarakan biasanya juga dilakukan oleh beberapa wakil umat untuk mengantarkan persembahan berupa: roti, anggur, lilin, bunga dan kolekte ke altar. Segala hasil karya umat hendak disatukan dengan kurban Krsitus dalam Ekaristi. Inilah bukti keterlibatan aktif umat dalam merayakan Ekaristi.

5.    Membungkuk
Membungkuk melambangkan sikap merendahkan diri dan menyadari kekecilan dan kekerdilan di hadapan Yang Lebih Besar, yakni Tuhan, tanda penghormatan (kepada Allah, altar dan tabernakel), rasa widi asih dan kerendahan hati.  
Imam dan para petugas melakukan penghormatan dengan membungkuk terhadap altar Tuhan.

6.    Mengecup
Mengecup dilakukan oleh imam sebelum memakai pakaian liturgi, misalnya alba, amik, stola, kasula dll, maknanya adalah ungkapan rasa hormat terhadap “barang-barang suci”.
Mengecup juga dilakukan oleh imam pada meja altar, sebelum dan sesudah perayaan Ekaristi, maksudnya memberi penghormatan terhadap meja altar sebagai meja perjamuan Tuhan dan untuk menghormati Allah ditengah-tengah umat-Nya.
Mengecup juga dilakukan oleh umat, pada peringatan Jumat Agung, dimana semua umat yang ikut didalam ibadat tersebut mendapat kesempatan mengecup salib, tepatnya mengecup luka pada kaki Yesus. Dimana kita diajak untuk melakukan penghormatan bagi Yesus Kristus yang wafat disalib.

7.    Mendupai
Maksud dari pendupaan ini adalah untuk menciptakan suasana doa dan kurban bagi Allah.  Pendupaan altar bergerak dari bagian kiri ke kanan mengelilingi altar. Asap putih yang mengepul keatas sekan melambangkan persembahan kita diterima oleh Allah.

8.    Membuat ‘Tanda Salib’
Tanda salib dibuat ketika : 
· Memasuki gereja sambil menandai diri dengan air suci yang ada di samping pintu masuk gereja sebagai tanda peringatan pembaptisan yang telah kita terima.
  ·  Mengawali dan mengakhiri Perayaan Ekaristi
 · Menerima percikan air suci kalau dibuat sebagai Tanda Pernyataan Tobat. Tanda tersebut mengungkapkan kesadaran kita sebagai anak-anak Allah dan kesetiaan pada janji Baptis.
  ·  Memulai bacaan injil dengan membuat tanda salib pada dahi, mulut dan dada untuk mengungkapkan hasrat agar budi diterangi, mulut disanggupkan untuk mewartakan, dan hati diresapi oleh sabda Tuhan.
·   Menerima berkat perutusan pada bagian Ritus Penutup

9.    Memerciki
·   Sebagai tanda penyucian dan peringatan akan pembaptisan kita.
·   Memerciki dilakukan pada permulaan Ekaristi (kadang-kadang masih ada imam yang melakukannya).
·   Dan juga dilakukan setelah pembaharuan janji baptis pada Malam Paskah, saat menerima daun Palma pada perarakan Minggu Palma.
·   Memerciki juga dilakukan untuk kepentingan pernikahan, pemakaman, pemberkatan tempat/gedung, pemberkatan benda-benda devosi lainnya.

10. Menundukkan Kepala
Sikap hormat ini sebagai tanda penghormatan. Menundukan kepala dilakukan oleh: Imam ketika mengucapkan kata Yesus, Santa Perawan Maria dan santo santa yang diperingati pada hari itu. Menundukan kepala dilakukan:
·   Oleh Imam sebelum dan sesudah mendupai salib, altar dan bahan persembahan.
·   Oleh misdinar sebelum dan sesudah mendupai imam dan umat.
·   Oleh lektor atau petugas lainnya yang akan menuju altar untuk menghormati altar Tuhan dan Imam.

11. Menegadahkan Kepala
Sebagai sikap doa yang mengungkapkan permohonan dengan kebulatan hati.
Menegadahkan kepala dilakukan oleh imam ketika mempersembahkan roti dan anggur serta dilakukan oleh umat ketika berdoa pribadi di hadapan Yesus atau Bunda Maria dengan kebulatan hati untuk memohon.

12. Berlutut
Berlutut merupakan sikap doa yang mengungkapkan kerendahan hati seseorang yang ingin memohon kepada Tuhan atau bersembah sujud kepada-Nya. Berlutut dilakukan:
·   Oleh Umat ketika berdoa pribadi pada saat mengawali dan mengakhiri Ekaristi, saat konsekrasi, serta sebelum dan sesudah komuni sebagai sikap sembah sujud untuk hormat kepada Allah.
·   Oleh Umat ketika mengucapkan Doa Tobat untuk menunjukan sikap kerendahan hati dan permohonan ampun.
·   Oleh Imam ketika mendoakan kisah Institusi (Kisah Perjamuan Tuhan) dalam Doa Syukur Agung, termasuk didalamnya kata-kata konsekrasi, sebagai tanda hormat dan pujian oleh umat di hadapan Sakramen Mahakudus atau Tarbernakel
·   Oleh Imam dan Umat untuk merenungkan wafat Tuhan Yesus pada saat pembacaan Kisah Sengsara pada hari raya Jumat Agung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar