Tata
gerak seluruh umat dan para pelayannya menjadi bagian terpenting dalam
simbolisasi kebersamaan dan kesatuan Gereja yang sedang berdoa. Tata gerak imam, diakon, para petugas liturgi, dan umat saat mengikuti misa tentu
punya maksud.
Tata gerak yang seragam
menandakan kesatuan seluruh umat
yang berhimpun untuk merayakan Liturgi Suci. Sebab sikap tubuh yang sama
mencerminkan dan membangun sikap batin yang sama pula. Jika dilakukan dengan baik maka seluruh perayaan
memancarkan keindahan dan sekaligus kesederhanaan yang anggun, makna aneka bagian perayaan dipahami
secara tepat dan penuh, partisipasi seluruh umat ditingkatkan.
Tata gerak liturgi dibagi menjadi dua yakni tata gerak inderawi dalam
liturgi dan tata gerak tubuh dalam liturgi. Tata gerak inderawi dalam liturgi yang
dibahas dalam Suara Paroki minggu ini
adalah :
1. Mendengarkan
Mendengarkan
bukanlah sekedar tindakan reseptif, yang hanya menerima saja, melainkan juga
tindakan aktif. Apabila
kita mendengarkan, kita sebenarnya sedang membuka diri untuk menerima dengan
sadar sapaan, suara atau kata-kata dari luar diri kita, untuk memberi perhatian
dan mau masuk ke dalam diri pribadi si pembicara serta dengan sadar mau
mengambil bagian dalam peristiwa yang didengarkan itu. Dalam liturgi, tindakan mendengarkan ini begitu
dominan. Kita mendengarkan Sabda Tuhan, homili, doa, nyanyian, musik, bel, dan
masih banyak yang lain. Secara khusus dengan mendengarkan Sabda Tuhan kita membuka diri terhadap
sapaan dan daya kuasa Allah yang hadir melalui Sabda itu dan dengan demikian
kita mengambil bagian di dalam karya keselamatan Allah yang dihadirkan dalam
Sabda itu. Maka mendengarkan merupakan
bentuk ungkapan liturgi yang menyatakan kesiapsediaan iman dan ketaatan.
2. Melihat
Melihat
merupakan bentuk ungkapan liturgi untuk melihat kemuliaan Allah. Sebab dalam
wajah Kristus kita dapat melihat wajah Allah (2Kor 4:6). Melalui penglihatan
mata, kita menyadari dunia dan isinya dan kitapun menjalin relasi dengan sesama
manusia dan dunia. Demikian pula dengan penglihatan mata dalam liturgi, kita
menyadari komunikasi Allah yang terpantul melalui berbagai simbol liturgi dan
dengan demikian menjalin relasi kita dengan Allah dan sesama umat.
3. Menyentuh
Liturgi
juga menggunakan indra sentuhan sebagai simbol liturgi yang
mengungkapkan persekutuan kita dengan Allah dan dengan sesama umat beriman di
dalam ikatan Roh Kudus. Demikian misalnya, doa-doa Mazmur banyak menyebut aspek
sentuhan ini untuk mengungkapkan iman akan kebersamaan umat dengan Allah (mis.
Mzm 139:10).
Dalam Perjanjian
Baru, Yesus
berkali-kali menunjukkan kasihNya dengan memeluk anak-anak, membasuh kaki para
murid, menyembuhkan orang-orang sakit dengan sentuhan tanganNya. Dalam liturgi,
hal ini terlihat misalnya pada saat penerimaan komuni, salam damai entah
berciuman ataupun berjabat tangan.
Sentuhan juga melambangkan penganugerahan Roh Kudus kepada
umat beriman. Dalam liturgi simbol sentuhan tampak misalnya pada saat
penumpangan tangan (tahbisan), pengurapan dengan minyak (krisma, orang sakit).
4.
Merasakan
Indra merasakan juga dipakai dalam liturgi secara menonjol. Perayaan
Ekaristi misalnya merupakan perayaan persekutuan kita dengan Tuhan yang tidak
hanya terjadi secara rohani belaka melainkan juga menggunakan aspek “fisik”
yaitu : bahwa kita menyantap, mencecap, dan merasakan dengan lidah : Tubuh dan
Darah Kristus.
Dalam Kitab Suci pengalam akan Allah sering
digambarkan dengan ide pencecapan dan rasa ini : “kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan itu” (Mzm 34:9, 1Ptr
2:2-3, Ibr 6:4-5). Demikian pula keselamatan eskatologis dilukiskan
sebagai suatu perjamuan meriah dengan makanan dan minuman yang lezat dan sangat
enak (bdk. Yes 25:6-7; Luk 14:15-24)
5.
Membau
Indera penciuman atau membau juga digunakan dalam
liturgi. Penggunaan dupa dan ratus yang wangi, bau minya wangi dalam liturgi
inisiasi dah tahbisan merupakan contoh-contohnya. Wangi-wangian dan keharuman
yang bisa dibau itu memang sudah merupakan simbol religius yang umum. Dalam agama
lain, kita mengenal hio dan menyan dengan baunya yang khas.
Keharuman ini dalam liturgi Kristiani merupakan
ungkapan pewahyuan Allah dan kehadiran keselamatan kita sendiri: “Dengan
perantaraan kami, Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana”
(2Kor 2:14). Keharuman juga adalah ungkapan pujian hormat dan korban (Mzm
141:2), sebab persembahan korban Kristus merupakan “korban yang harum bagi Allah” (Ef 5:2)
(Sumber : Makalah Misdinar Kongres Ekaristi Keuskupan Surabaya 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar